ASPEK PERILAKU MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU DAN SOSIAL
i.
Manusia merumapakan mahluk yang tidak terwujud dengan sendirinya melainkan keberadaanya ada yang menciptakan.
Manusia merumapakan mahluk yang tidak terwujud dengan sendirinya melainkan keberadaanya ada yang menciptakan.
II.
Ruang terbuka publik merupakan elemen kota yang sangat penting kehadirannya dalam kehidupan
Ruang terbuka publik merupakan elemen kota yang sangat penting kehadirannya dalam kehidupan
kota.
Sebagai ruang terbuka yang bersifat publik maka berbagai aktivitas dapat
dilakukan manusia baik
perorangan
maupun berkelompok. Karakteristik manusia sebagai makhluk individu sekaligus
makhluk sosialRuang terbuka publik merupakan elemen kota yang sangat penting
kehadirannya dalam kehidupan
kota.
Sebagai ruang terbuka yang bersifat publik maka berbagai aktivitas dapat
dilakukan manusia baik
perorangan
maupun berkelompok. Karakteristik manusia sebagai makhluk individu sekaligus
makhluk sosial
AspekPerilaku Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial Pada Ruang Terbuka publik
Pola perilaku manusia dalam suatu lingkungan adalah hasil dari proses interaksi
manusia dengan lingkungannya yang melibatkan emosional individual dan sosial. Dalam
menganalisa terhadap privasi dan kebutuhan sosialnya tersebut diperlukan pendekatan
melalui seting perilaku. Konsep ini mengacu pada seting perilaku yang terdiri dari 3
komponen, diantaranya: fisik (desain), sosial (penggunaan), dan budaya. Ketiga hal tersebut
bisa ditemui dari beberapa artikel penelitian berikut ini.
Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh Al-Bishawi, dkk (2015) dalam perancangan
kota lama di kota-kota Arab-Muslim mengenai nilai-nilai Islam tentang privasi perempuan
telah diterapkan secara baku. Pada umumnya kaum perempuan memiliki nilai dan kebutuhan
khusus akan privasi, keamanan, dan kenyamanan.
Penempatan jendela dan pintu dibuat agar perempuan dapat mengamati jalan tanpa
mereka dapat dilihat. Adanya gang-gang buntu yang biasanya digunakan oleh perempuan
untuk dapat mengakses pasar atau fasilitas publik sehingga mereka dapat leluasa berjalan
tanpa dapat bebas terlihat. Ruang publik mudah diakses oleh perempuan namun tidak halnya
dengan ruang publik yang berfungsi sebagai restoran, fasilitas olah raga, dan tamanyang
memiliki akses terbatas atau bahkan tidak sama sekali. Selain itu perbedaan waktu
penggunaan fasilitas publik juga memiliki peranan penting dalam pemisahan gender tersebut.
Privasi tetap terjaga dengan menggunakan desain pintu dan jendela yang tidak saling
berhadapan dan sangat tersembunyi, perbedaan level jalan dan lantai, jendela yang ditinggikan
dan tertutup, ruang transisi antar jalan utama dengan jalan buntu, hubungan sosial haantara pengguna yang memiliki hubungan kekerabatan, perilaku yang terkait dengan agama
dan ruang-ruang tertentu yang ditetapkan untuk perempuan saja (melalui tanda-tanda
tertulis) atau terbatas pada penggunaan pejalan kaki. Privasi perempuan dicapai terutama
melalui komponen sosial dan budaya, yang pada gilirannya mempengaruhi komponen fisik
ruang publik.Hasilnya menunjukkan bahwa kebutuhan privasi perempuan tetap terpenuhi
pada lingkungan yang bersifat publik dengan berbagai usahanya pada ruang terbuka publik khususnya oleh Pedagang Kaki Lima
(PKL) menjadi bagian permasalahan setiap kota di Indonesia sebagaimana dalam penelitian
yang dilakukan oleh Kurniadi, dkk (2012). Teritorial PKL tersebut muncul disebabkan adanya
motif dan kebutuhan dari PKL itu sendiri untuk berjualan di lokasi yang dianggap strategis di
ruang publik dengan membangun ‘produk fisik’ berupa kios. Kios-kios terbentuk dengan
dipengaruhi kebutuhan PKL dalam suatu display, menyimpan barang dagangan, perlindungan
dari iklim dan dengan biaya yang murah atau bahkan tidak dengan menggunakan biaya. Modal
yang kecil mendorong penggunaan material seadanya, agar pengeluaran dapat ditekan sekecil mungkin.
Pemilik Toko memiliki teritori formal sehingga tidak bisa diganggu oleh individu lain
karena dimiliki secara legal dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun begitupun
pemilik toko melakukan dua macam usaha membentuk ruang teritori. Pertama, pemilik toko
melakukan penandaan dengan meletakkan barang dagangan untuk membentuk teritori yang
terbentuk akibat motif dan kebutuhan pemilik toko agar display barang dagangan dapat
dengan mudah dilihat oleh pembeli dan menambah luas area display. Dengan terbentuknya
batasan-batasan fisik di sidewalk toko membentuk teritorialitas yang non-formal dari pemilik
toko di area yang sesungguhnya adalah domain publik. Kedua, pemilik toko mempertegas
batasan teritori anyar pemilik toko lainnya. Dengan demikian, ada unsur laten diluar manifes
area itu sebagai jalur pejalan kaki sebagai suatu ‘teritori non-formal’. Untuk pejalan kaki memiliki teritori formal berupa area sidewalk toko dan trotoar untuk jalur
sirkulasi yang merupakan zona publik. Selain untuk sirkulasi, teritori tersebut juga berfungsi untuk
memfasilitasi aktivitas window-shopping dan membeli. Sebagian besar sidewalk dan trotoar yang
memiliki unsur manifes sebagai jalur sirkulasi pejalan kaki tidak dapat digunakan untuk sirkulasi
karena privatisasi yang dilakukan oleh User Group lain. Hal tersebut tersebut menyebabkan
keterhubungan antarjalur sirkulasi itu menjadi terpotong-potong dan tidak menerus. Peluang
invasi dari pengguna lain menjadi lebih besar dan pejalan kaki tidak memiliki kontrol yang kuat
untuk mempertahankan teritori formalnya yaitu jalur berjalan kaki.
Dari analisa yang dilakukan ternyata sebagian besar pemilik toko merasa terganggu dengan
keberadaan PKL yang berada di depan toko mereka karena merusak pemandangan, membatasi
akses ke toko, dan menyebabkan kebisingan. Upaya kontrol yang dapat dilakukan baru secara pasif
dan personal (Kurniadi, Pramitasari, & Wijono, 2012).
Pemanfaatan ruang terbuka publik sebagai ruang dagang juga menjadi kajian penelitian
Sudarisman (2017). Para PKL berjualan di Taman Tegalega Bandung bahkan sampai ruas jalan di
sekitarnya dengan menggelar tikar sebagai daerah teritori mereka. Hal ini menimbulkan
kemacetan yang luar biasa. Tapi bagi pengunjung hal tersebut tidak menjadi masalah khususnya
yang memang bertujuan untuk berbelanja di kawasan tersebut. Justru bagi mereka hal ini menjadi
aktivitas sosial mereka dengan berinteraksi dengan para pedagang. Bukan itu saja, mereka juga
dapat melakukan aktivitas berolahraga di taman tersebut (Sudarisman, 2017).
Interaksi warga asli Belanda dengan kelompok migran padataman kota menjadi obyek
penelitian yang dilakukan oleh Peters (2010). Dari pengamatannya bahwa sedikit sekali terjadi
interaksi antar kelompok bidaya tersebut. Hal ini terjadi etnik dan agama pada kelompok migran
lebih bersifat kolektif serta adanya pembatasan perilaku pada wanita dalam kelompok tersebut
sedangkan warga asli datang secara berpasangan atau hanya sendirian. Batas teritori antar budaya
yang berbeda terkadang menguatkan ruang teritori itu sendiri (Peters, 2010).
Aktivitas yang berkelompok ini juga dilakukan oleh penduduk pada beberapa desa di Cina. Dari
hasil pengamatan Leng (2016), lebih dari 62% penduduk Cina memiliki kecenderungan
beraktivitas secara berkelompok. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Peters
(2012) di atas bahwa aktivitas berkelompok disebabkan oleh percampuran budaya melainkan
pada kasus ini lebih disebabkan satu budaya yang sama pada satu perdesaan yang cenderung lebih
senang melakukan aktivitas mereka secara bersama-sama di ruang terbuka publik (Leng & Li,
2016). Untuk aktivitas yang dilakukan oleh individu pada latar belakang budaya yang sama maka
teritorialitas menjadi hal yang tidak begitu penting.
Pada ruang terbuka yang dimiliki oleh suatu kelompok tertentu seperti perusahaan/kantor
maka ruang terbuka dimanfaatkan sebagai ruang pertemuan informal bagi kelompok tertentu
memiliki kultur atau budaya yang sama maka teritorialitas bukan menjadi hal yang mutlak. Setiap
pengguna bisa bebas berbaur dan menampilkan identitas mereka sebagai makhluk sosial. Mereka
dapat beraktivitas seperti berolahraga, berbelanja, bertemu, dan interaksi lainnya tanpa membuat
batas teritori yang jelas. Sedangkan pada beberapa latar belakang yang berbeda khususnya
kebudayaan maka batasan teritori terbentuk baik yang dibuat sendiri atau mencari ruang teritori
yang dianggap aman oleh mereka.
Bentuk ruang teritori tidak harus selalu dalam bentuk ruang fisik saja. Ruang teritori bisa
menggunakan benda lain sebagai penanda, tulisan, identitas fisik, atau bahkan bau-bauan.
Sebenarnya konsep teritori ini sendiri merupakan konsep yang diadaptasi dari perilaku hewan
yaitu berawal dari penelitian pada hewan primata dan vertebrata yang dilakukan oleh Snyder
(1984). Perilaku hewan-hewan tersebut dengan mencakar (teritori fisik) atau memberi bau-bauan
dari kotoran mereka sendiri (teritori non fisik) sebagai batas wilayah kekuasaan mereka
Ruang pribadi adalah ruang privasi manusia dalam
aktualisasi karakteristik manusia sebagai makhluk individu. Walaupun sama namun bedanya
adalah ruang pribadi merupakan ruang maya yang berada di sekeliling manusia sedangkan teritori
dibentuk sesuai dengan kondisi tertentu. Teritori ini sendiri dapat diusik oleh individu lain
sehingga pertahanan manusia ini sifatnya tidak masif.
Ada 2 (dua) hal yang mempengaruhi teritori di dalam ruang terbuka publik. Pertama, ekonomi.
Ruang publik yang dijadikan ruang dagang maka tingkat kualitas publiknya akan semakin
menurun. Hal ini disebabkan adanya teritori yang dilakukan oleh para pedagang dalam
mempertahankan tujuan mereka dalam ruang tersebut. Penurunan kualitas ini akan menjadikan
ruang publik menjadi ruang privat yang biasanya cukup mengganggu aktivitas
lingkungannya.Kedua, budaya.Kultur yang sama pada satu ruang publik menjadikan ruang
personal bagi setiap individu semakin mengecil. Hal ini menjadikan ruang teritori semakin tidak
dibutuhkan dalam aktivitas mereka di dalam kelompok yang sama.
Hal demikian menunjukkan bahwa keprivasian bagi manusia tetap menjadi hal utama bagi
mereka dalam memanfaatkan ruang terbuka publik. Bahkan pada suatu kebudayaan dan agama
tertentu sikap saling menjaga jarak untuk menghindar dari interaksi terutama antar kaum
perempuan dengan kaum laki-laki merupakan bentuk pertahanan diri mereka terhadap keprivasianya.
No comments:
Post a Comment